muisumut.or.id-Tapanuli Selatan, Bidang/Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara menggelar sosialisasi dan pendampingan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam proses sertifikasi halal. Acara yang berlangsung di Aula Pesantren Darul Mursyid, Tapanuli Selatan, Kamis (14/12/2023), disajikan dalam format diskusi panel yang melibatkan empat narasumber dan dipandu oleh moderator Rustam Pakpahan M.A.
Pada kesempatan tersebut, narasumber pertama, Yuda Rizkianto Agoes, yang mewakili Kepala KPW Bank Indonesia, menyoroti peluang ekonomi syariah Indonesia di pasar global. Menurutnya, Indonesia yang menduduki peringkat ke-4 memiliki potensi untuk meningkatkan kontribusinya dalam industri halal global, terutama dengan pertumbuhan pariwisata muslim yang terus meningkat.
Yuda Rizkianto Agoes juga mengungkapkan langkah konkret pemerintah dalam memajukan pelaku usaha, termasuk pendalaman keuangan syariah, penguatan ekonomi syariah, pengembangan UKM dengan dana umat, dan penguatan ekonomi digital. Ia menegaskan bahwa Darul Mursyid telah menjadi contoh dalam gerakan ekonomi umat dengan memberikan bantuan dan pembinaan kepada pelaku usaha.
Dalam paparannya, narasumber kedua, Prof. Basyaruddin, Direktur LPPOM MUI Sumatera Utara, Salah satu pemateri yang turut berpartisipasi dalam acara pameran produk UMKM MUI Sumatera Utara (Sumut) adalah Prof. Basyaruddin, direktur LPPOM MUI Sumatera Utara. Dalam penjelasannya, Prof. Basyaruddin menjelaskan proses sertifikasi halal yang sangat relevan bagi pelaku usaha dan konsumen.
Dalam paparannya, Prof. Basyaruddin menyampaikan pentingnya manajemen najis dalam suatu produk yang menjadi salah satu aspek utama dalam proses sertifikasi halal. Ia menjelaskan bahwa ada tiga kondisi yang harus terpenuhi agar produk dapat memenuhi standar sertifikasi halal, yaitu:
- Tidak berasal dari bahan yang najis atau haram.
- Tidak terkontaminasi oleh zat najis atau bahan yang haram selama proses produksi.
- Tidak berpotensi menjadi najis atau terkontaminasi zat najis setelah proses produksi.
Prof. Basyaruddin juga menjelaskan bahwa terdapat empat aspek yang harus diperhatikan agar produk dapat memperoleh sertifikasi halal, yaitu:
- Bahan: Seluruh bahan yang digunakan dalam produksi harus terjamin kehalalannya. Dalam hal ini, bahan-bahan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat kehalalan yang ditetapkan oleh MUI.
- Proses: Proses produksi harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dan persyaratan halal yang berlaku. Setiap tahapan produksi harus terjamin tidak terjadi pencemaran atau kontaminasi dengan bahan-bahan najis atau haram.
- Tempat: Lingkungan dan fasilitas produksi juga harus memenuhi standar kebersihan dan kehalalan. Tempat produksi harus bebas dari pencemaran dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk menjaga kehalalan produk.
- Sumber daya manusia: Tenaga kerja yang terlibat dalam produksi juga harus memahami dan menjalankan prinsip-prinsip kehalalan. Mereka harus terlatih dan memahami pentingnya menjaga kebersihan serta menjalankan prosedur produksi yang sesuai dengan persyaratan halal.
Dr. Indra Utama, perwakilan dari Komisi Ekonomi MUI Sumut, menjadi narasumber ketiga yang membahas tentang kedaulatan pangan dan kemandirian umat melalui integrasi ekonomi syariah dan dakwah. Ia menekankan bahwa ekonomi syariah tidak hanya mencapai kesejahteraan duniawi tetapi juga akhirat. Dalam kongres Ekonomi Umat MUI, resolusi jihad ekonomi diusung untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat halal dunia.
Dr. Akmaluddin Syahputra M.Hum, selaku Direktur Pusat Pengembangan Wakaf Produktif (P2WP), menjadi narasumber keempat yang memaparkan tentang komunitas 99 gerai wakaf MUI Sumatera Utara. P2WP, di bawah naungan MUI Sumatera Utara, telah mengembangkan bisnis berbasis wakaf untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Saat ini, 21 UMKM telah bergabung dalam komunitas ini, yang diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan bagi pengembangan ekonomi syariah di Sumatera Utara. Dalam upayanya untuk memperluas jangkauan distribusi produk-produk UMKM, Dr. Akmaluddin berharap untuk dapat memiliki gerai bergerak berupa mobil yang dirancang khusus untuk membawa produk-produk UMKM ke berbagai lokasi.
Dalam pengembangan bisnis wakaf ini, Dr. Akmaluddin juga berharap lebih banyak pengusaha akan berani berwakaf kepada P2WP, sehingga tujuan memajukan ekonomi syariah dan meningkatkan kesejahteraan umat dapat tercapai. Sebagai langkah konkrit, Jafar Syahbuddin Ritonga menjadi pengusaha pertama yang berwakaf di P2WP, menggambarkan semangat literasi ekonomi syariah yang diharapkan dapat menular ke banyak pengusaha lainnya di Sumatera Utara. (Yogo Tobing)