MEDAN, muisumut.or.id – Dialog Ormas Islam bertema “Revitalisasi Ukhuwah Islamiyah dalam Menyelesaikan Persoalan Umat” yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara pada Sabtu (27/9/2025) menghadirkan pemikiran strategis tentang perlunya paradigma baru ukhuwah Islamiyah yang lebih produktif dan memberdayakan.
Dalam pemaparan “Urgensi Revitalisasi Paradigma Ukhuwah Islamiyah yang Produktif dan Memberdayakan”, Shohibul menegaskan bahwa solidaritas umat Islam tidak boleh berhenti pada simbol dan retorika semata. Menurutnya, ukhuwah harus diwujudkan melalui kerja nyata yang mampu memperkuat pemberdayaan komunitas Muslim.
“Potensi ukhuwah Islamiyah sebagai mesin pembangunan sangat besar, namun sering kali terkungkung pada batas identitas sempit dan berhenti di ranah ritualistik serta emosional,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur multidisiplin dan data statistik mutakhir, Shohibul mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang menghambat ukhuwah Islamiyah berkembang menjadi modal sosial produktif. Tantangan tersebut meliputi fragmentasi kelembagaan, kesenjangan ekonomi, interpretasi agama yang sempit, serta dominasi narasi pemecah belah di media global.
Menurutnya, jika masalah-masalah ini tidak diatasi, ukhuwah hanya akan menjadi jargon tanpa memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan umat.
Sebagai solusi, Shohibul menawarkan model revitalisasi yang memadukan pendekatan struktural dan kultural. Dari sisi struktural, ia menekankan pentingnya:
Penguatan institusi pendidikan Islam
Platform kolaborasi ekonomi umat
Inovasi dalam tata kelola filantropi
Advokasi kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan umat
Sementara secara kultural, Shohibul menekankan perlunya:
Dialog lintas mazhab dan budaya
Pendidikan nilai-nilai inklusivitas
Pemanfaatan teknologi digital untuk membangun narasi positif
“Revitalisasi ukhuwah Islamiyah membutuhkan ekosistem yang dinamis. Ini bukan sekadar gagasan teoretis, tetapi merupakan keharusan praktis agar umat Islam mampu menjawab tantangan global, mulai dari disrupsi teknologi, kesenjangan sosial, hingga fragmentasi identitas,” paparnya.
Menutup paparannya, Shohibul menekankan bahwa paradigma ukhuwah Islamiyah yang produktif hanya dapat diwujudkan melalui sinergi antara visi inklusif, kolaborasi lintas batas, dan tanggung jawab sosial. Rekomendasi yang ia tawarkan antara lain integrasi nilai ukhuwah dalam kebijakan pembangunan nasional, pembentukan badan koordinasi wakaf regional, serta penguatan kurikulum pendidikan agama yang menekankan toleransi dan kolaborasi.