Sunday, November 16, 2025
spot_img

Sidang Komisi Fatwa Bersama Direktur LADUI Bahas Status Warisan Yayasan

muisumut.or.id, Medan, Selasa 1 Oktober 2024 — Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan sidang bersama dengan Direktur Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI), Marasamin Ritonga, SH, MH, yang membahas isu terkait bolehkan yayasan menjadi objek warisan?. Sidang yang dilaksanakan diruang sidang komisi fatwa Kantor MUI Sumatera Utara  menyoroti peraturan mengenai yayasan yang kerap disalahgunakan oleh berbagai lembaga, terutama oleh beberapa pihak yang mengubah tujuan sosial yayasan menjadi bisnis untuk menghindari pajak.

Dalam paparannya, Marasamin Ritonga menjelaskan bahwa yayasan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Yayasan No 16 Tahun 2001 yang kemudian mengalami perubahan melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Yayasan terdiri dari tiga organ utama, yaitu Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Ritonga menegaskan bahwa yayasan tidak bisa diwariskan atau diteruskan secara turun-temurun kepada anak atau ahli waris Pembina, mengingat status yayasan sebagai badan hukum terpisah (recht person) dari pendirinya.

“Yayasan merupakan badan hukum yang berdiri sendiri. Harta yayasan adalah harta yang telah disisihkan oleh Pembina atau pendiri untuk tujuan sosial, sehingga tidak dapat digabungkan atau diwariskan kepada pribadi,” jelas Ritonga.

Lebih lanjut, Ritonga menyoroti bahwa jika seorang Pembina meninggal, maka Pengurus dan Pengawas yayasan akan bermusyawarah untuk mengangkat Pembina yang baru. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa dalam peraturan yang diatur sejak tahun 2001, harta yayasan tidak boleh dialihkan untuk kepentingan pribadi, dan pengurus tidak diperbolehkan menerima gaji hingga perubahan UU di tahun 2004 yang kemudian memperbolehkan pengurus menerima kompensasi.

Penanganan Korupsi di Yayasan

Selain membahas warisan, sidang tersebut juga menyoroti penyelewengan dalam pengelolaan yayasan, terutama kasus-kasus korupsi yang melibatkan penyalahgunaan aset yayasan. Ritonga menekankan bahwa kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap yayasan yang terindikasi melakukan penyimpangan, termasuk penyalahgunaan bantuan dari pemerintah.

“Pasal 70 UU Yayasan mengancam hukuman pidana 5 tahun bagi mereka yang mengalihkan harta yayasan untuk kepentingan pribadi. Kejaksaan bisa masuk dan meminta pengadilan untuk melakukan audit jika ditemukan indikasi korupsi,” ujar Ritonga.

Solusi dan Rekomendasi

Dalam sidang ini, diusulkan bahwa jika yayasan tidak lagi mampu menjalankan fungsinya, aset yayasan seharusnya dialihkan kepada lembaga yang sejenis atau lembaga sosial Islam lainnya, bukan untuk diwariskan kepada pihak pribadi. Yayasan yang bubar harus melalui proses likuidasi di mana hutang-hutang diselesaikan terlebih dahulu, dan sisa aset diserahkan kepada negara atau lembaga yang memiliki tujuan serupa.

Related Articles

Stay Connected

4,203FansLike
3,912FollowersFollow
12,100SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles