muisumut.or.id., Medan, 1 Desember 2025, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Perwakilan Sumatera Utara kembali menegaskan posisi strategis fatwa dalam sistem hukum dan industri keuangan syariah Indonesia melalui kegiatan sosialisasi bertema “Kedudukan Fatwa DSN-MUI dalam Sistem Hukum dan Industri Keuangan Syariah di Indonesia.” Kegiatan ini menjadi bagian dari penguatan literasi hukum ekonomi syariah bagi para pelaku industri, akademisi, dan pemangku kepentingan di Sumatera Utara.
Materi tersebut disampaikan oleh Dr. Akmaluddin Syahputra, M.Hum, Anggota DSN MUI Perwakilan Sumatera Utara. Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa fatwa DSN MUI tidak sekadar bersifat keagamaan, melainkan telah menjadi referensi utama dalam pembentukan regulasi dan operasional industri keuangan syariah di Indonesia.
“Fatwa DSN MUI merupakan jantung dari sistem keuangan syariah nasional, karena menjadi standar kepatuhan syariah sekaligus rujukan bagi regulasi negara,” ujarnya.
Pilar Ekonomi Syariah Nasional
Dr. Akmaluddin menjelaskan bahwa fatwa DSN MUI telah mencakup hampir seluruh spektrum aktivitas ekonomi syariah, mulai dari sektor perbankan, jual beli, pasar modal, asuransi, hingga wakaf dan investasi sosial.
Di sektor perbankan dan pembiayaan syariah, ia menyebut fatwa-fatwa fundamental seperti giro, tabungan, deposito, murabahah, mudharabah, musyarakah, serta pembaruan fatwa syirkah dan mudharabah sebagai fondasi operasional lembaga perbankan syariah.
Sementara dalam akad komersial, DSN MUI telah menelurkan standar baku melalui fatwa tentang jual beli, murabahah, ijarah, dan wakalah bil ujrah yang menjadi rujukan utama transaksi muamalah modern.
Pada bidang pasar modal, fatwa terkait sukuk, reksa dana syariah, waran, dan prinsip umum pasar modal syariah dinilai berhasil mendorong berkembangnya instrumen investasi yang sesuai prinsip Islam.
Adapun pada sektor keuangan non-bank, seperti asuransi dan dana pensiun, DSN MUI mengeluarkan fatwa terkait asuransi syariah, tabarru’, reasuransi syariah, hingga asuransi jiwa berbasis syariah sebagai pedoman kelembagaan yang sah.
Dalam konteks wakaf produktif, Dr. Akmaluddin menegaskan bahwa fatwa wakaf uang, wakaf saham, serta manfaat asuransi dan investasi telah membuka ruang inovasi wakaf sebagai instrumen ekonomi umat.
Fatwa sebagai Kekuatan Hukum
Lebih lanjut, ia menguraikan bahwa fatwa DSN MUI memiliki kekuatan hukum yang jelas dalam tata hukum Indonesia. Hal ini didasarkan pada:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan manajemen perbankan syariah patuh pada prinsip syariah yang dirumuskan DSN MUI.
2. Regulasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yang secara tegas menempatkan DSN MUI sebagai otoritas tertinggi dalam penentuan prinsip syariah industri keuangan.
3. Kewajiban seluruh lembaga keuangan syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
4. Fatwa DSN MUI digunakan sebagai rujukan dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Peradilan Agama.
Dengan demikian, fatwa DSN MUI tidak hanya mengikat secara moral-keagamaan, tetapi juga menjadi rujukan hukum positif dalam sistem nasional.
Posisi Ganda Fatwa DSN MUI
Dr. Akmaluddin juga menjelaskan bahwa fatwa DSN MUI memiliki posisi ganda, yakni sebagai pedoman keagamaan dan sebagai sumber hukum materiil dalam tata hukum Indonesia. Selain itu, fatwa turut memengaruhi kebijakan publik, aktivitas sosial, serta proses legislasi.
Menutup pemaparan, ia kembali menegaskan jargon besar DSN MUI:
“Memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat.”
Melalui kegiatan ini, DSN MUI Sumatera Utara berharap pemahaman peserta terhadap peran fatwa semakin kuat, sehingga implementasi ekonomi syariah di Indonesia tidak hanya berkembang secara kuantitatif, tetapi juga kokoh secara regulatif dan substansial.






