Saturday, December 20, 2025
spot_img

Masjid Lama Kabanjahe, Saksi Sejarah Islam di Tanah Karo

Kabanjehe, muisumut.or.id, 25 November 2024 – Tim Infokom MUI Sumatera Utara yang dipimpin Ketua Bidang Infokom MUI Sumatera Utara, Dr. Akmaluddin Syahputra di dampingi Ketua Umum MUI Karo, Drs. H. Fahri Samadin Tarigan melakukan kunjungan ke Masjid Lama Kabanjahe, sebuah masjid bersejarah yang berdiri sejak awal abad ke-20 di Jalan Mesjid, Kelurahan Lau Cimba, pusat Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo. Kunjungan Tim menjumpai  Ketua BKM Masjid Lama, M. Sidik Surbakti, yang menyampaikan kisah  tentang perjalanan panjang masjid ini sebagai salah satu simbol masuknya Islam di Tanah Karo.

Masjid Lama Kabanjahe mulai dibangun pada tahun 1902 dan selesai pada tahun 1904. Keberadaannya berawal dari keresahan para pedagang yang berasal dari berbagai suku, seperti Melayu, Aceh, Minangkabau, dan Jawa, yang kesulitan menunaikan salat di tengah aktivitas mereka berdagang di pasar. Atas mufakat bersama, mereka memohon izin kepada Sibayak Lingga, salah satu penguasa adat setempat, untuk mendirikan masjid.

“Ia (Sibayak Lingga) mengizinkan para pedagang Muslim mendirikan masjid agar mereka dapat beribadah dengan khusyuk. Bahkan, ia memberi keleluasaan kepada mereka untuk memilih tanah yang cocok,” ujar M. Sidik Surbakti.

Namun, hingga kini, belum jelas siapa pewakif tanah masjid ini. Berdasarkan informasi dari ayah M. Sidik, tanah tersebut diduga diwakafkan oleh seseorang bermarga Brahmana. Namun, klaim tersebut sulit dibuktikan karena tidak ada pengakuan dari keturunannya. Saat ini, proses pengurusan sertifikat wakaf tengah dilakukan agar masjid ini memiliki legalitas formal.

Arsitektur Bersejarah dengan Nuansa Melayu
Masjid Lama Kabanjahe memiliki desain arsitektur khas Melayu dengan atap menyerupai Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu tua yang diambil dari hutan sekitar Kabanjahe pada masa itu. Sultan Langkat juga berperan penting dalam pembangunan masjid ini dengan mewakafkan dana sebesar Rp250, yang kala itu merupakan jumlah yang signifikan.

Sebagai salah satu masjid tertua di Tanah Karo, Masjid Lama Kabanjahe menjadi pintu gerbang penyebaran Islam di wilayah ini. “Masjid ini adalah bukti sejarah perjuangan Islam di Tanah Karo dan merupakan salah satu saksi bisu peradaban Islam masa lampau,” ungkap Sidik Surbakti, yang telah mengurus masjid ini sejak 1988, melanjutkan peran ayahnya sebagai pengurus inti masjid.

Dari Tempat Ibadah Hingga Rencana Renovasi
Seiring bertambahnya jumlah umat Islam, sejak sekitar tahun 1967 pelaksanaan salat Jumat dipindahkan ke Masjid Raya Kabanjahe, yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Kabanjahe. Masjid Lama Kabanjahe sejak itu hanya digunakan untuk salat fardu lima waktu, salat tarawih, kajian Islam, dan pengajian.

Sidik Surbakti juga menyampaikan rencana renovasi masjid ini, dengan desain yang sama persis dengan bangunan aslinya. Namun, renovasi ini akan menambahkan area parkir di bagian bawah untuk mengakomodasi kebutuhan umat Islam saat ini.

“Kami ingin memastikan bahwa masjid ini tetap terjaga keasliannya, sekaligus memberikan fasilitas tambahan yang sesuai dengan kebutuhan zaman,” jelas Sidik.

Dengan nilai sejarahnya yang tinggi, Masjid Lama Kabanjahe tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu peradaban Islam di Tanah Karo. Kunjungan Tim Infokom MUI Sumut bertujuan mendokumentasikan cerita dan keberadaan masjid ini sebagai bagian dari warisan sejarah Islam di Sumatera Utara, sekaligus mengingatkan generasi muda tentang pentingnya menjaga dan merawat warisan budaya dan agama.

Related Articles

Stay Connected

4,203FansLike
3,912FollowersFollow
12,100SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles